Wajahmu
bersimbah merah. Aku bahkan nyaris tidak tahu itu kau. Kalau saja aku tidak
mengenali baju yang kau pakai. Itu jaketku.
Justru aku tak bisa
mengalihkan pandanganku pada dia, yang terpaku menatapmu dengan sejuta pedih. Air di ujung matanya tak
berhenti mengalir. Tapi tidak ada isak.
Aku
tahu dia tak tahu aku. Apalagi kita. Tapi aku tahu tentang kalian, semuanya.
Kenyataan
sungguh keterlaluan mengantarkanmu kepadaku malam ini.
“Tolong,
sebuah mobil menabrak kami. Namanya Andini.”
Aku mendorongnya
pergi. Lelaki yang membopongmu dengan mata merah. Lelaki yang lupa pada luka di
tubuhnya sendiri. Kubiarkan sejawatku
merawatnya. Tapi kamu, harus sembuh lewat tanganku.
Tidak
akan aku biarkan malam ini merampas hari-harimu. Hari-hari yang kamu bagi
dengan lelaki itu, dan aku. Hari-hari aku mencintai kamu.
Aku menunggu.
Berjaga sepanjang malam. Menanti pagi yang mengantarkanmu membuka mata.
Aku tak
peduli jika esok kamu harus kembali berbagi.
“Hai,”
sapamu.
“Hai,
Andini.”
Dan kita
berdua tersenyum.
Flash
Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari Tiket.com dan nulisbuku.com #TiketBaliGratis.
No comments:
Post a Comment