“Sudah tidur dia?”
“Sudah.” Aku meletakkan
i-phone ku di meja sudut.
“Kau bilang apa padanya
tadi?”
“Kamu bilang apa?” cecarnya lagi setelah aku diam saja.
“Aku cuma memintanya sabar menunggu.”
Aku tahu jawabanku tidak memuaskannya sehingga kakinya
tanpa sadar menghentak lantai.
“Seharusnya kamu bilang kalau kamu nggak pulang,”
sesalnya.
“Dia sedang sakit.”
“Jadi kamu akan pulang?”
“Kamu tahu aku selalu menepati janji.”
“Jadi berapa lama waktuku?”
Aku mendesah.
“Aku sampai mengganti
jadwal pesawatku, asal kamu tahu,” tuntutnya. “Kalau tahu begini lebih baik
aku,....”
Aku menatapnya. Gaun merah menyala dan stilleto hitam
itu pasti telah membuat banyak lelaki pening seketika. Aku tahu apa yang bisa dilakukannya
padaku. Sayangnya tak cuma aku yang tahu.
“Kalau kamu mau pergi silakan saja. Aku tidak pernah
melarangmu. Atau kamu punya janji lain?”
Rahangnya mengeras menahan amarah.
“Kamu pikir aku siapa?”
“Aku cukup tahu kamu siapa.”
Aku mulai lelah kucing-kucingan dengan waktu. Mungkin ini
saatnya.
“I knew I’m
not the only one.”
Kalimat terakhir yang membuatnya meraih handbag dan membanting pintu.
Aku mengusap keningku.
Meraih i-phone yang tergeletak.
Menuliskan pesan:
Sayang, aku pulang sekarang. Kamu minta dibawain
makanan apa?
Flash
Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari Tiket.com dan nulisbuku.com #TiketBaliGratis.
No comments:
Post a Comment