Saatnya kembali
ke habitat.
Setelah kode-kode booking yang ditukar, kami berangkat menuju
tujuan masing-masing.
Mbak Ruwi, Bang
Gegge dan Rijal Aceh mesti tinggal lebih lama di wisma karena –rencananya- akan
berangkat ke Beijing beberapa hari lagi. Romario dan Andika langsung cap cus karena
nggak roaming. Mbak Anggun barengan saya, Neng Lilis, Bang Didin, dan Rizal
Alief ke arah bandara. Faisal dan Guntur masih akan di Jakarta.
Oiya, sebelumnya kami telah menobatkan -secara aklamasi gila-gilaan- Guntur Alam sebagai PR dan humas peserta tahun ini. Selamat mengemban tugas dan pesan mulia dari teman-teman.
Di bandara, peluk-peluk
dan wanti-wanti Neng Lilis (saya berasa kayak punya adek baru), supaya nggak
nyasar waktu check in dan boarding.
Habis itu saya masih
berkesempatan ngobrol bareng Rizal Alief karena bernasib sama menunggu pesawat
di terminal 1A. Sempat dengar dia bicara dengan keluarganya via telepon pakai
bahasa daerah, saya makin sadar, betapa dekat sekaligus jauhnya kami-kami ini
masing-masing orang yang sama-sama Indonesia.
Tulisan, memang
bisa jadi jembatan, perahu, kabel optik, gelombang elektromagnetik, apapun itu
yang dapat menyampaikan pesan dari tempat-tempat yang tak dapat dijangkau raga.
Dengan pesan-pesan itu setidaknya kami jadi menyadari keberadaan satu-sama lain, syukur-syukur kemudian
bisa mengerti satu sama lain.
Terima kasih, saya dapat rejeki buku kumpulan puisinya.
Selepas
dadah-dadah dengan Rizal saya sibuk berdoa supaya nggak dapet pilot yang
kemarin karena pesawatnya goyang-goyang heboh waktu take off dan landing.
Alhamdulillah di
atas pesawat kemudian hati saya adem karena mendengar sang pilot berkata, “…. This is your
captain speaking…. Cuaca di Semarang dikabarkan cerah…. Kita insya
Allah akan tiba pukul 20.55….”
Mendengar kata
itu mengingatkan kepada apa yang sesungguhnya membuat saya diijinkan mengalami
salah satu kisah indah ini dalam hidup saya. Bukan karena tulisan saya, tapi karena DIA saja.
"Ojo Dumeh", goggling artinya yah.... |
Teriring salam
untuk teman-teman.